#Tantangan Gurusiana Hari ke 12 / 6 April 2020.

Masih Sempat untuk Tertawa.

Cerita ini ketika aku masih duduk di bangku SMP.

Saat itu, aku dan Heri Andi, bersekolah di Tsanawiyah Jamiyatul Wasliyah Tembung.

Kami sekolah pada siang hari, karena begitu banyak siswa yang berminat di sekolah itu, mengharuskan sebagian siswa sekolah di jam siang.

Jarak antara rumah kami dan sekolah cukup jauh, sementara angkutan pada masa itu hanya ada angkutan sedaco, begitu kami menyebutnya.

Sedaco adalah satu-satunya angkutan yang beroprasi dari desa kami menuju kota Medan, jumlah armadanyapun tidak begitu banyak.

Sehingga ketika pulang sekolah tiba, penumpang berebut menaikinya, agar bisa kembali kerumahnya masing-masing.

Tetapi untungnya aku dan Heri serta kawan-kawan yang lain, menaiki kendaraan sepeda, kami satu Desa, sehingga apabila pulang dan pergi kami sering bersama-sama menaiki sepeda.

Kami sudah terbiasa setiap hari menaiki sepeda, sungguh sangat menyenangkan bersepeda bareng dengan teman-teman satu desa, sambil tertawa dan bercanda, sepeda tetap melaju menuju tempat yang di tuju.

Tak perlu berlama-lama menunggu, tak perlu sampai berdesakan seperti yang dialami teman lain untuk naik sedaco, tak perlu memikrkan biaya atau ongkos untuk menaikinya.

Suatu hari ketika kami pulang sekolah, sedang asik naik sepeda, di tengah perjalanan, hujan turun sangat lebatnya, awan mendung sangat hitam, petir dan kilat silih berganti, langit bergemuruh dengan kuat.

Dengan terpaksa kami harus berhenti, tepat di sebuah warung kosong kami hentikan sepeda, segera bergegas menghindari hujan dan petir.

Setelah memarkirkan sepeda, kami berdiri berjajar dengan seragam sekolah, serta peci yang tak pernah lepas dari kepala kami.

Sambil menyilangkan kedua tangan di dada kami, seperti orang kedinginan, tak henti-henti bibir kami menyebut asma Allah.

Sudah cukup lama kami berdiri disitu, tetapi hujan tak kunjung berhenti, mengakibatkan parit-parit di pinggir jalan luber denga air hujan sampai kejalan-jalan raya.

Sudah cukup lama, akhirnya sudah mereda, tak ada lagi suara petir, awan sudah menjatuhkan airnya ke bumi, hanya tersisa sedikit.

Kini tinggal menyisahkan hujan kecil, tapi lumayan rapat, walaupun demikian kawan-kawan yang lain ingin cepat-cepat pulang sampai dirumah.

Aku dan heri tetap bertahan sampai hujan benar-benar berhenti dan langit mulai cerah, barulah kami melanjutkan perjalanan.

Setelah hujan benar-benar berhenti kami lanjutkan perjalanan.

Sepanjang jalan terlihat parit-parit sudah penuh dengang air, dan sesekali sepeda kami melaju di jalan yang penuh dengan air hujan tadi.

Sambil mengayun sepeda berdampingan, aku dan heri tak henti-hentinya ngobrol, terkadang tertawa, sangat menyenangkan.

Sangat asiknya kami berbicara diatas sepeda, heri terus bercerita sambil melihati aku.

Hingga tak terasa sepeda yang ia ayun mengarah ke pinggir jalan menjauhiku hingga di depan sebuah pabrik, pabrik swallow adalah pabrik yang terkenal di kecamatan itu.

Perlahan sepeda heri menuju ke dalam parit pabrik itu, hingga biurrr....heri dan sepedanya mencebur kedalam parit yang lumayan lebar dan dalam.

Seponton aku hentikan sepedaku dan cepat-cepat nenolong Heri, kutarik heri keatas parit.

Sambil menarik sepedanya, kami tertawa terbahak-bahak,tak henti-hentinya tertawa sampai sakit perut ini karena tertawa.

Akhirnya kami lanjutkan perjalanan, dengan pakaian yang basah kuyup heri dan aku terus mengayun sepeda sambil tertawa terpingkal-pingkal.

Dan aku yakin kalau heri membeca tulisanku ini, pasti ia akan tersenyum.